Selasa, 12 Juli 2011
Sukini, Perajin Keripik Tempe ‘Suka Nicky’ Banjarnegara Usaha Dimulai dari Gubuk Sawah 3 x 4 Meter
Apa yang dialami Sukini (43), barangkali juga dialami orang kebanyakan. Usai mengakhiri masa lajang, tahun 1988, perempuan warga Desa Gumiwang, Kecamatan Purwonegoro ini tidak banyak berkegiatan. Hingga akhirnya tahun 1990 dia dikarunia anak pertama. "Saya merasa", waktu itu hanya menjadi tukang ngentongin duit (pekerjaanya hanya menghabiskan uang, red). Tidak ada yang lain, "katanya, saat ditemui di rumahnya RT 3 RW X komplek belakang pasar Gumiwang, Banjarnegara.
Kegelisahan semakin menjadi, terutama karena putra pertamanya Galih Widodo (21) sudah lahir saat itu. Meski sang suami Siswanto(48) sebenarnya tidak pernah menanyakan uang habis untuk apa, Sukini mengaku tetap risih karena menganggur. "Suami saya waktu itu masih kerja serabutan. Paling sering kerja proyek. Awal kami menikah, jujur memang belum memiliki pegangan pekerjaan pasti, "kenang ibu dua anak tersebut.
Secara Tradisional
Kondisi "terdesak", diakui Sukini menjadi dorongan untuk maju. Memasuki tahun ke delapan pernikahannya, Sukini berinisiatif mencoba membuat seriping pisang. Awal usaha kreatif yang kelak membawanya berjaya dengan bendera "Suka Nicky" untuk keripik tempe. "Karena tidak memiliki ruang cukup, awalnya kami memindah gubuk 3x4 meter dari sawah. Pisang dikupas di luar, penggorengan di dalam gubuk,"kata Siswanto, suaminya. selain keripik pisang, Sukini juga membuat sale dan menggoreng kacang kulit. Secara umum, usaha keripik pisang yang dilakukan bungsu dari delapan bersaudara itu berhasil. Meskipun pemasarannya masih dilakukan secara tradisional. "Sya ingat betul, menjadi marketing. Kirim barang, jalan kaki dengan cara dipikul ke pasar. Sedikit demi sedikit, sampai memiliki motor untuk pengiriman,"kata Siswanto yang pernah merantau hingga Jakarta dan Jawa Timur tersebut. Satu-satunya kendala, adalah bahan baku pisang yang kadang tersendat. Untuk mencarinya juga susah. Diakui Sukini, kendala tersebut sering merepotkan. Wajar, jika di tengah jalan Sukini sempat mandeg.
"Akhirnya saya memutuskan untuk ganti produksi keripik tempe. Padahal, kami ini tidak ada keturunan perajin tempe. Semua dilakukan otodidak," katanya. Sukini mengaku meminta bantuan tetangga untuk mengajari membuat tempe. Awal usaha, entah berapa kuintal tempe harus terbuang sia-sia karena salah proses pembuatan. Tetapi, semua dilakukan dengan semangat. "Pernah membuat tempe 50 kilogram kedelai, tidak jadi. Ya sudah, akhirnya dibuat pakan ikan. Kebetulan saya punya kolam"kata Siswanto.
Sumber: Suara Merdeka Edisi Senin, 1 Juli 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar