Daftar Blog Saya

Laman

Selasa, 12 Juli 2011

Memarahi Anak??



       Mengapa anak saya yang waktu kecil penurut, sekarang susah diatur? Mengapa waktu kecil anak yang manis, setelah remaja bicaranya jadi kasar? Sederet pertanyaan semacam itu seringkali muncul di benak orangtua ketika anaknya berubah perangai setelah lepas dari masa anak-anak. Jika anak sudah seperti itu maka orang tua harus mengingat kembali perlakuan seperti apa yang mereka berikan kepada anak-anak.
       “Kalau waktu si anak masih kecil lebih sering kita marahi, kita lukai hatinya, maka hal itu akan terekam dalam memorinya yang paling dalam. Kalau kita dewasa mungkin sudah lupa tapi anak-anak tidak,”kata psikolog RSUD Banyumas, Ratih Winanti.
       Di saat anak beranjak remaja, memori itu muncul ke permukaan dan mewarnai perilaku kesehariannya. Dia akan sering berbicara kasar atau keras manakala waktu kecilnya sering kita marahi. “Karena itu memarahi anak boleh tapi jangan melukai hatinya,”ujarnya.
       Ratih mengatakan hal itu saat menjadi pembicara dalam pertemuan orang tua murid dan guru Taman Bermain/TK Islam terpasdu Bina Putra Mulia di Gedung Haji. Kegiatan ini diikuti para orangtua murid baru sekolah tersebut.
       Dia mengatakan, perubahan perilaku anak biasanya muncul saat dia masuk SMP. Menurut beberapa peneliti, usia SMP adalah usia paling sulit bagi orangtua. Oleh sebab itu Ratih meminta orangtua harus imbang antara memarahi dengan member pujian saat anak masih kecil.
Ditemani Pembantu
       “Coba hitung dalam sehari lebih banyak memarahi atau memuji. Anak bangun tidur, membereskan kamar, shalat Subuh, dianggap biasa. Tidak ada pujian. Tetapi begitu ada kesalahan, langsung dimarahi. Apakah sama bunga yang diberi pupuk dan air yang cukup, dengan bunga yang dibiarkan tumbuh sendiri,”katanya.
       Dalam sesi dialog, banyak peserta yang mengajukan pertanyaan yang sering terjadi dalam rumah tangga dewasa ini. Seperti, karena kesibukan kerja, seorang ibu hanya ketemu anaknya pagi dan sore. Anak lebih sering ditemani pembantu.
       “Dengan kondisi yang demikian, orangtua perlu sesekali mengobrol dengan pembantu. Tujuanya untuk menyamakan pola mendidik anak. Agar pembantu tahu model kita dalam mendidik anak. Sehingga diharapkan pembantu melakukan hal yang sama kepada anak, “katanya.
       Tetapi perilaku anak itu tidak semata dipengaruhi oleh tabiat orangtua maupun orang lain disekitarnya. Anak juga mempunyai karakter dalam dirinya sendiri. Karakter itu dibentuk saat dia dalam kandungan. Itulah mengapa pentingnya bayi di dalam kandungan sering diperdengarkan Al-Qur’an. “yjarnya.

Sumber: Suara Merdeka Edisi Senin 11 Juli 2011
        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar